Belajar Bersama untuk Penanganan Konflik yang Efektif di Samarinda

24 November 2017

Hampir semua kegiatan berbasis sektor lahan dan pemanfaatan sumber daya alam beroperasi di wilayah Kalimantan Timur. Hal ini menempatkan wilayah Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah dengan kekayaan pengetahuan terkait pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang relatif lengkap. Termasuk didalamnya kekayaan pengetahuan yang bervariasi tentang konflik berbasis lahan.

Atas dasar tersebut, kota Samarinda, Kalimantan Timur dipilih sebagai salah satu kota dalam rangkaian lokakarya Strategi Mengembangkan Sistem Resolusi Konflik yang Efektif di Perusahaan untuk Bisnis Berkelanjutan. Lokakarya ini diadakan atas kolaborasi Conflict Resolution Unit (CRU) bersama KADINDA region Kalimantan Timur dan yayasan Penabulu.

Lokakarya diadakan pada tanggal 23 November 2017 bertempat di Hotel Harris, Samarinda dan dihadiri oleh 24 peserta yang mewakili 11 perusahaan berbasis sektor lahan dan sumber daya alam di Kalimantan Timur. Lokakarya dibuka oleh Bapak Michael Ram Mosez, Wakil Ketua Komisi Tetap OKP KADIN Indonesia.

Seperti lokakarya sebelumnya di kota Surabaya, lokakarya ini mencoba mengidentifikasi dan menemukan petikan pembelajaran penanganan konflik oleh perusahaan di sektor berbasis lahan. Penanganan konflik jarang yang sederhana dan hampir setiap konflik memiliki karakteristik tersendiri. Oleh karenanya, melalui lokakarya ini, terdapat beberapa petikan pembelajaran dari penanganan konflik di kawasan Kalimantan Timur yang dapat dipelajari untuk menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan panduan penanganan konflik untuk sektor usaha yang akan disusun.

Visualisasi menjadi salah satu metode untuk membantu peserta bercerita dan merefleksikan pengalaman. Dipandu oleh Tommy Kristiawan Permadi – Bjeou, fasilitor yang berpengalaman dalam visual fasilitasi, setiap peserta dipandu untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang membantu maupun tidak membantu dalam penyelesaian konflik.

Temuan menarik di Samarinda, para peserta mulai mempertimbangkan pemanfaatan teknologi dalam upaya membantu proses penanganan konflik berbasis lahan. Pengembangan teknologi memungkinkan upaya penanganan konflik dapat lintas pemangku kepentingan dan lebih responsif.

Menjaga energi selama lokakarya adalah penting. Setiap beberapa waktu, fasilitator mengajak para peserta berinteraksi dengan beberapa gerakan permainan.

Di sisi yang lain, kemitraan yang kuat dalam pengembangan sektor ekonomi kemasyarakatan juga dipandang sebagai salah satu terobosan yang dapat dicoba untuk mengurangi kejadian konflik. Penetapan kebijakan pemerintah seperti One Map (satu peta) juga dipertimbangkan sebagai salah satu upaya yang dapat membantu proses penanganan konflik.

Sementara itu, peran mediator juga mulai direkognisi oleh para peserta lokakarya dan kebutuhan kelembagaan mediator setempat menjadi salah satu topik pembahasan peserta.

Melengkapi lokakarya tersebut, hadir pula Bapak Golwin Limberg dari Daemeter dan Bapak Asep Yunan Firdaus dari Epistema. Bapak Godwin Limberg memberikan materi terkait biaya konflik yang disarikan dari penelitian “The Cost of Conflict in Palm Oil in Indonesiaā€¯ yang diinisiasi oleh Conflict Resolution Unit (CRU) dan lembaga penelitian DAEMETER. Sedangkan Bapak Asep Yunan Firdaus memberikan pengayaan materi tentang penanganan konflik berbasis lahan secara umum di Indonesia.