Jalan Singkat atau Jalan Panjang Sampai ke Tujuan? Peran Kunci Pengkajian Dalam Penanganan Konflik

22 September 2021

Baik mitra dan juga para pihak cukup sering mempertanyakan proses penanganan konflik yang ditempuh CRU. Yang dibayangkan, CRU menerjunkan prajurit komando untuk mempertemukan para pihak yang berkonflik dalam ajang mediasi, dan simsalabim konflik terselesaikan. Karenanya alur penanganan konflik yang dipromosikan CRU,  yang meliputi tahapan verifikasi awal, pra-asesmen, dan asesmen baru selanjutnya para pihak dipertemukan dalam mediasi – itupun jika para pihak setuju untuk bermediasi – terkesan berbelit-belit dan memperpanjang proses.

Ada banyak pembelajaran yang dipetik dari prakarsa-prakarsa mediasi yang gagal karena berlari terlalu cepat. Pemrakarsa berniat baik untuk menyelesaikan kasus dengan cepat dan cenderung langsung mempertemukan para pihak untuk bermusyawarah. Namun setelah musyawarah berjalan dan kesepakatan nampaknya tercapai, konflik justru bereskalasi kembali dan bahkan kadang menjadi lebih rumit. CRU berusaha untuk menghindari hal tersebut dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dini (precautionary principle) melalui penyelenggaraan kajian komprehensif melalui tahapan verifikasi awal, pra asesmen dan asesmen, sebelum akhirnya  mempertemukan para pihak dalam ajang perundingan.

Pengkajian, baik verifikasi awal, pra-asesmen maupun asesmen, sangat dibutuhkan untuk memenuhi prasyarat perundingan agar proses mediasi bisa berjalan dengan baik. Beberapa syarat perundingan tersebut adalah para pihak teridentifikasi, terorganisasi dan memiliki perwakilan yang mereka akui, para pihak berhubungan baik sehingga dapat saling berkomunikasi, para pihak bersedia untuk menyelesaikan konflik, informasi tentang pokok konflik dan konteksnya cukup jelas dan memadai bagi para pihak untuk memahami konflik serta menemukan solusi yang baik. Selain hal-hal tersebut, penyelenggaraan kajian juga perlu memelihara momentum yang kondusif untuk perundingan termasuk dukungan para pemangku kepentingan yang berpengaruh baik pada konflik yang bersangkutan maupun pelaksanaan kesepakatan yang dicapai kemudian. Langkah-langkah verifikasi informasi awal, pra-asesmen, dan kemudian asesmen adalah upaya untuk menguji terpenuhinya prasyarat-prasyarat tersebut dan mengembangkannya jika belum terpenuhi.

Lalu bagaimana membedakan langkah verifikasi awal, pra-asesmen, dan asesmen? Tulisan berikut mencoba mengklarifikasi jargon dunia mediasi tersebut.

Verifikasi informasi awal bertujuan untuk memastikan konflik itu ada dan bukan persepsi atau interpretasi sepihak. Sering ditemui, kesimpangsiuran informasi tentang konflik. Bisa jadi konflik dilaporkan, sementara para pihak yang dilaporkan justru menyangkalnya. Jika keberadaan konflik dan pihak yang berkonflik dapat diverifikasi dan para pihak berkeinginan untuk menghentikannya, barulah tahapan berikutnya dapat dipertimbangkan.

bertujuan untuk menilai kelayakan kasus untuk dapat dimediasi, dengan mengkaji syarat-syarat pemenuh – termasuk kejelasan identitas para pihak serta kesungguhannya untuk menyelesaikan konflik tersebut melalui mediasi. Tahap ini merupakan tahap penyadaran para pihak akan adanya konflik dan keberadaan pihak lain. Keluaran tahap pra-asesmen adalah keputusan tentang layak-tidaknya konflik yang bersangkutan untuk dimediasi dengan keluaran kunci berupa pernyataan kesediaan para pihak untuk menyelesaikan konflik melalui pendekatan mediasi sertapenerimaan terhadap mediatornya. Informasi yang diperoleh dari tahap pra-asesmen ini diperlukan untuk merancang proses asesmen selanjutnya

Asesmen bertujuan untuk menggali dasar informasi yang akan dipertimbangkan dalam merumuskan pokok-pokok konflik yang akan menjadi agenda perundingan. Selain itu, asesmen juga bertujuan untuk membangun pemahaman para pihak yang berkonflik tentang konfliknya dan informasi yang diperlukan untuk menggagas penyelesaian konflik. Di tahap ini, para pihak juga mempersiapkan diri dengan mengorganisasir dirinya, yang meliputi perumusan kepentingan bersama serta memilih  perwakilan yang akan merepresentasikan kehadirannya dalam ajang perundingan.

Tahapan ini memang merupakan jalan panjang yang memerlukan waktu dan sumber daya, tetapi mengabaikannya dan langsung masuk perundingan bukan pilihan yang bijak. Rangkaian tahapan ini bukan resep baku untuk segala kondisi, tetapi perlu dirancang sesuai dengan konteks konflik yang dihadapi. Selain itu, tahapan ini dapat berjalan baik secara berkesinambungan maupun tumpang tindih dan bersifat iterative. Walaupun demikian pentahapan seperti ini tetap diperlukan sebagai acuan dalam mengelola proses penanganan konflik     secara keseluruhan, termasuk pengelolaan pembiayaan, sumber daya manusia serta logistik yang dibutuhkan.  Harapannya perundingan yang dipersiapkan dengan baik akan menghasilkan kesepakatan yang dapat bertahan dalam jangka panjang.

Photo by Nuril Ahsan on Unsplash