Menciptakan dan Memelihara Momentum Mediasi

24 Desember 2021

Beberapa kasus konflik yang ditangani CRU adalah kasus “warisan”,  yakni kasus yang sudah pernah ditangani dengan mediasi namun tidak selesai sehingga tenggelam kembali menjadi kasus laten yang meradang di bawah permukaan sampai saat dia muncul kembali. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa kasus-kasus itu tidak selesai? Mengapa proses mediasi yang sudah mulai itu melambat, tersendat-sendat dan kemudian berhenti, dengan kata lain kehilangan momentumnya. Ada banyak kemungkinan penyebabnya, tetapi dalam uraian berikut kita akan melihat perihal momentum[1] itu.

Pertama-tama adalah momen atau saat dimulainya proses mediasi itu. Ini membawa kita pada kondisi awal konflik yang bersangkutan. Untuk dapat dimulai dan berproses hingga selesai  proses mediasi memerlukan daya dorong yang memadai, yang mencakup antara lain faktor-faktor internal dan eksternal. Tidak terpenuhinya faktor-faktor itulah yang bisa menjadi penyebab proses yang sudah diawali kehilangan momentumnya sehingga tidak berlanjut dan kandas sebelum mencapai titik akhirnya. Untuk mencegah hal itu dalam kajian awal faktor-faktor inilah yang perlu dikenali, diciptakan jika diperlukan dan kemudian dikelola.

Beberapa faktor internal adalah kesiapan para pihak, mediator, dan para pendukung untuk menempuh proses panjang dari konflik menuju perdamaian melalui perundingan. Kesiapan para pihak itu mencakup antara lain kesediaan para pihak untuk membangun hubungan yang konstruktif serta berunding dan bekerjasama dengan pihak lainnya dengan siapa mereka berkonflik, keterorganisasian internal dan perwakilan yang representatif, termasuk dukungan sosial dari konstituen yang diwakili, serta pemahaman dan dasar informasi yang memadai tentang konfliknya.

Sementara faktor-faktor eksternal adalah keseluruhan faktor yang merupakan konteks dalam mana konflik itu terjadi. Ini mencakup antara lain peraturan dan kebijakan-kebijakan yang relevan dengan pokok konfliknya serta dukungan politik dan kebijakan dari pihak Pemerintah dan pemangku kepentingan yang relevan lainnya.

Faktor lain yang juga menentukan dalam menjaga momentum proses pengelolaan konflik adalah ketersediaan sumberdaya pendukung untuk itu semua, baik sumberdaya manusia (penyelenggara, mediator, dan pendukung) serta sumberdaya keuangan. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi ketika proses yang berjalan kehabisan sumberdaya di tengah jalan.

Mengelola kecukupan dan keseimbangan antara semua faktor itulah yang diperlukan untuk menjaga momentum proses mediasi agar dapat berlanjut sampai pada kesepakatan, rencana pelaksanaan kesepakatan, sampai pun pada pelaksanaan kesepakatan itu.  Menjaga momentum proses mediasi dan pelaksanaan kesepakatan juga menyangkut waktu; jika proses kehilangan iramanya karena berbagai penundaan sehingga berjalan terlalu lambat para pihak dan para pemangku kepentingan dapat kehilangan kepercayaan dan semangat. Jeda yang terlampau lama dalam proses pengelolaan konflik juga membawa risiko bahwa para pihak yang berkonflik akan melakukan tindakan-tindakan sepihak di luar kesepakatan awal tentang proses perundingan yang justru merusak proses itu.

Singkatnya, semua ini memerlukan pendampingan pada para pihak yang berkonflik, engagement yang berlanjut dengan para pemangku kepentingan kunci, dan usaha lembaga mediasi untuk mendorong proses apabila melambat dengan tindakan yang tepat pada saat yang tepat.

Bagaimana semua hal itu dilakukan merupakan tantangan, terutama bagi lembaga mediasi yang harus mengelola keseluruhan proses tetapi juga bagi mediator serta lembaga-lembaga pendukungnya.

[1] Dalam mekanika, momentum suatu benda (P) yang bermassa (m – mass) dan bergerak dengan kecepatan (v – velocity) dinyatakan  sebagai: P = mv