Mengadukan konflik secara tepat sasaran

28 Juli 2022

Kita tentu sepakat bahwa kalau terjadi konflik dan konflik itu menjadi kendala dalam berproduksi, baik itu bercocok tanam oleh warga masyarakat maupun kegiatan produksi perkebunan oleh suatu perusahaan, konflik itu seharusnya ditangani dengan segera. Apapun kegiatan produksinya, hasilnya akan lebih optimal jika dapat dilakukan dalam keadaan tenteram dan damai.

Lalu apa yang harus kita lakukan jika menghadapi atau mengalami sengketa maupun konflik? Pertanyaan ini sering kami dapatkan dari teman-teman yang bekerja dengan kelompok masyarakat, menjadi staf perusahaan, bahkan dari teman-teman yang menjadi pihak dalam konflik itu sendiri.

Apabila konflik itu tidak dapat diselesaikan secara langsung diantara pihak yang berkonflik, kita dapat mengadukan konflik yang dihadapi kepada pihak ketiga. Dalam hal ini, kepada pihak di luar pihak yang berkonflik yang diharapkan dapat membantu mengurai pokok konflik dan menyelesaikannya. Lalu, kemanakah kita mengadu ketika menghadapi konflik?

Kemana kita mengadukan konflik yang dihadapi akan menentukan bagaimana aduan kita direspon. Ada yang merespon dan menindaklanjuti aduan tersebut dengan cepat, ada yang meneruskan aduan itu ke entitas yang lebih berwenang, dan bahkan ada pula yang tidak merespon sama sekali.

Macam-macam respon ini bisa terjadi karena tidak semua pihak yang menerima aduan tersebut memiliki kewenangan di ranah konflik yang diadukan. Hal ini sering terjadi jika kita melapor ke instansi pemerintah yang mandatnya telah terkotak-kotak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diamanatkan regulasi yang berlaku. Artinya, pengaduan kita perlu diajukan kepada pihak yang tepat; misalnya jika kita menghadapi konflik yang melibatkan perusahaan perkebunan, tentu akan lebih tepat jika kita melaporkannya ke Dinas Perkebunan setempat sesuai dengan tupoksi dari Dinas tersebut.

Perlu kita sadari, konflik, khususnya konflik lahan dan kekayaan alam sangat kompleks dan berlapis-lapis sehingga ketika menghadapi konflik, kita sering bingung dalam memahami konflik tersebut. Karena itu,  sebagai langkah pertama, kita perlu mencari tahu pokok konflik yang sebenarnya. Memahami konflik apa yang dihadapi dapat memberi gambaran kepada siapa konflik dapat diadukan dan bisa diharapkan menangani konfliknya .

Misalnya, jika kita menghadapi konflik terkait masalah lingkungan dan kehutanan, seperti pencemaran lingkungan ataupun kerusakan hutan, kita bisa melaporkannya ke Badan/Dinas Lingkungan  Hidup ataupun menggunakan kanal pengaduan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun ketika konflik yang kita hadapi terkait dengan tumbukan klaim pada suatu lahan antara masyarakat dan perusahaan maka kita bisa melaporkannya langsung ke Direktorat Pengaduan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Singkatnya, melaporkan konflik yang kita hadapi kepada pihak yang tepat, akan memperbesar kemungkinan aduan kita direspon dengan cepat dan tepat.

Setelah mengetahui kemana kita akan mengadukan kasus, kita perlu mencari tahu hal-hal apa saja yang perlu dilengkapi sebagai syarat pelaporan kasus, agar kita dapat berharap agar kasus yang diadukan dapat segera ditangani. Hal ini perlu kita ketahui karena setiap lembaga memiliki kanal dengan prasyaratnya masing-masing. Misalnya, jika kita ingin melaporkan kasus terkait tanah ke kantor pertanahan, ada beberapa kanal yang bisa kita coba, antara lain melalui website, SMS, aplikasi LAPOR dari Kantor Staf Kepresidenan, akun media sosial atau email. Dan jika kita ingin melaporkan kasus melalui aplikasi LAPOR, kita perlu mendaftar dulu mengĀ­gunakan email atau akun media sosial dan selanjutnya mengisi lembar pengaduan yang disediakan. Sebagai pelapor, kita bisa memilih melapor secara anonim jika dirasa perlu. Selanjutnya kita perlu melampirkan dokumen-dokumen yang mendukung laporan kita, misalnya risalah konflik, surat kuasa, salinan dokumen pertanahan ataupun perijinan dan lainnya. Harapannya tentu bahwa dengan dokumen pendukung yang memberikan data dan informasi yang lengkap, kemungkinan bahwa pengaduan kita akan ditanggapi dan ditindaklanjuti akan lebih besar.

Demikian beberapa contoh kanal pelaporan yang bisa kita akses ketika menghadapi konflik, baik sebagai pihak yang berkonflik ataupun sebagai pihak yang mendampingi para pihak. Tentu masih banyak kanal pelaporan konflik yang sudah disediakan baik oleh pemerintah maupun lembaga independen lain. Bahkan beberapa entitas bisnis membentuk  mekanisme pengaduan keluhan (grievance mechanism). Pelaporan ke kanal-kanal pengaduan tersebut, tentu akan lebih efektif dan tepat sasaran jika kita mengikuti kewenangan yang dimiliki dan memenuhi prasyarat administratif dari setiap kanal pelaporan tersebut.

Tentu harus kita pahami juga bahwa selain pelaporan yang jelas, lengkap dan tepat sasaran masih ada banyak faktor lain yang menentukan apakah pengaduan kita mendapat tanggapan atau tidak. Faktor-faktor tersebut meliputi, antara lain kesiapan lembaga penerima pengaduan, prioritas mereka, efisiensi proses manajemen internal, kerjasama dan komunikasi antar lembaga, jika konflik yang diadukan menyangkut wilayah kewenangan beberapa lembaga yang berbeda, dan faktor lainnya.

Foto oleh Alfin Tofler.