Kesepakatan Damai yang Efektif: Merencanakan, Membuat dan Memantau Pelaksanaannya

27 Februari 2023

Suatu proses perundingan dapat dikatakan berhasil apabila hasil dari proses mediasi atau perundingan antara para pihak yang berkonflik yang tercapai berupa kesepakatan damai yang kemudian dilaksanakannya dengan baik. Tergantung kasusnya, ada beberapa pilihan bentuk kesepakatan: para pihak dapat sepakat untuk terus berkolaborasi, atau hanya hidup berdampingan dengan damai (ko-eksistensi) dan menjaga hubungan dengan baik untuk selanjutnya. Bisa juga kesepakatan itu berupa penyelesaian satu masalah satu kali, misalnya dengan penyelesaian kewajiban ganti rugi atau pemberian kompensasi yang disepakati.

Untuk memulai suatu perundingan, penting bagi para pihak untuk menjaga kepercayaan, itikad baik, mengurangi ketegangan serta menjaga hubungan timbal-balik sebagai dasar untuk mengupayakan kesepakatan yang dapat bertahan untuk waktu yang lama. Untuk menjaga  kepercayaan antara para pihak dan mengurangi potensi konflik di masa depan, kesepakatan damai yang dicapai harus dapat dilaksanakan. Tidak jarang, CRU menemukan bahwa setelah dilaluinya proses mediasi dan tercapainya kesepakatan damai, para pihak kembali ke kehidupan masing-masing dengan perasaan lega, tetapi kesepakatan tidak dilaksanakan sehingga tidak terjadi perubahan apapun yang berarti..

Dalam proses perencanaannya, kesepakatan damai perlu dibuat dengan proses yang transparan, partisipatif, inklusif dan rasional. Elemen terpenting dalam perencanaan suatu kesepakatan adalah peran fasilitator atau mediator yang esensial dalam mengawal proses dan menjadi penengah yang baik. Fasilitator atau mediator diharapkan membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan dengan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkonflik, serta pada saat yang sama juga mempertimbangkan aspek-aspek hukum, sosial dan lingkungan hidup.

Kesepakatan damai yang efektif, sebagai keluaran dari perundingan yang berorientasi proses antara pihak-pihak yang berkonflik, seringkali memerlukan waktu, kesabaran, dan komitmen masing-masing pihak. Seperti halnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh fasilitator atau mediator, kesepakatan damai yang efektif harus pula memperhatikan dan mengakomodasi kepentingan para pihak agar dapat memberikan manfaat jangka panjang, serta mencakup pula rencana pelaksanaan yang jelas. Selain berangkat dari itikad baik dan kepercayaan antara para pihak, kesepakatan damai juga harus mempertimbangkan aspek hukum, sosial dan lingkungan untuk memastikan bahwa solusi tersebut tidak menimbulkan masalah baru terhadap masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lingkungan sehingga benar-benar dapat dilaksanakan dan dipatuhi secara efektif dan berkelanjutan.

Tidak kalah penting adalah pendokumentasian proses substansi kesepakatan damai yang dicapai, serta rencana pelaksanaan kesepakatan itu.. Pendokumentasian bertujuan membuat dokumen yang menjadi rujukan bersama, memori kolektif, dan berita acara atau jejak kertas dari kesepakatan itu. Hal ini perlu untuk menghindarkan terjadinya multi tafsir dan meminimalisasi kemungkinan konflik di masa yang akan datang. Dokumentasi juga diperlukan sebagai alas kerjasama yang legal agar mengikat komitmen para pihak dengan cara yang sah dan berkekuatan hukum.

Kesepakatan damai yang dihasilkan melalui proses mediasi dapat menjadi acuan bersama bagi para pihak yang berkonflik pada saat terjadi suatu hal yang berpotensi mengancam hubungan baik yang telah dijalin di masa yang akan datang. Perkembangan yang mengancam terjadinya kembali konflik dapat dihadapi dengan mengacu pada kesepakatan damai serta komitmen para pihak untuk tetap menjaga hubungan damai dan kerjasama yang telah disepakati.

Pada pelaksanaannya, kesepakatan damai perlu sebagai panduan yang jelas tentang bagaimana suatu kesepakatan akan dilakukan.Kesepakatan dan rencana pelaksanaan yang jelas akan meningkatkan kemungkinan bahwa kesepakatan itu benar-benar dilaksanakan. Hasil kesepakatan itupun harus disampaikan kepada para pihak yang diwakili oleh para juru rundingnya dan kepada Pemerintah untuk digunakan sebagai dasar pemantauan berjalannya kesepakatan. Pemantauan pelaksanaan kesepakatan dilakukan bersama oleh para pihak, pemerintah dan pihak independen yang disepakati atau ditugaskan oleh para pihak, serta oleh publik. Pemantauan bersama juga menciptakan peluang untuk saling menagih janji yang telah disepakati.

Tantangan mungkin saja ditemui dalam membuat dan melaksanakan kesepakatan damai adalah kemungkinan terjadinya perubahan konteks yang lebih luas dalam kurun waktu antara saat penyepakatan dan saat pelaksanaannya. Perubahan ini tidak dapat diprediksi dan berada di luar kendali para pihak, mediator, dan lembaga penyelenggara penanganan konflik. Untuk meresponnya, perlu dipersiapkan pasal khusus dalam kesepakatan tentang mekanisme dan kesediaan untuk meninjau kembali kesepakatan jika diperlukan, misalnya bila terjadi force majeure (keadaan kahar).