Relasi Personal dan Institusional dalam Penanganan Konflik Lahan dan Kekayaan Alam di Indonesia

30 April 2023

CRU menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi upaya penanganan konflik lahan dan sumber daya alam di Indonesia adalah kualitas hubungan antara lembaga penyelenggara penanganan konflik dengan pihak-pihak yang berkonflik dan lembaga pemerintah yang memiliki otoritas atas konflik yang sedang ditangani. Seringkali, upaya penyelesaian konflik mulai bergerak ketika interaksi yang konstruktif dibangun di antara para pemangku kepentingan. Kesepakatan antara para pihak seringkali sulit diwujudkan karena kurangnya hubungan antara para pihak dengan lembaga resolusi konflik, terutama dengan lembaga pemerintah yang dukungannya sangat dibutuhkan, misalnya untuk konflik yang berhulu pada kewenangan lembaga pemerintah tertentu. Dalam kasus seperti ini, lembaga penyelesaian konflik membutuhkan dukungan pemerintah yang dibangun baik melalui hubungan personal dengan pejabat tertentu maupun melalui hubungan kelembagaan.

Tulisan ini mencoba membahas dua hubungan tersebut, yaitu hubungan personal dan hubungan institusional yang berkaitan dengan upaya penyelesaian konflik. Meskipun terlihat berbeda, kita belajar dari pengalaman bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan keduanya dibutuhkan dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses resolusi konflik.

Hubungan personal biasanya ditandai dengan interaksi yang cair dan informal antar individu, sedangkan hubungan formal atau institusional adalah interaksi yang dibangun secara prosedural dan formal. Dalam proses resolusi konflik, selain hubungan dengan pihak-pihak yang berkonflik, hubungan personal dengan aparat pemerintah seringkali dibangun untuk “membuka pintu” dan membangun kepercayaan serta komunikasi, terutama dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kewenangan lembaga pemerintah tertentu. Hubungan personal yang dibangun oleh lembaga resolusi konflik dengan pejabat pemerintah dapat membantu membuka jalur komunikasi dengan hirarkinya, yang pada akhirnya dapat mendukung proses resolusi konflik yang efektif. Sementara itu, hubungan personal yang dibangun oleh mediator dengan para pihak yang bertikai membantu mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan sehingga terjalin saluran komunikasi untuk meningkatkan saling pengertian terkait konflik yang sedang ditangani.

Begitu pentingnya hubungan personal sehingga tidak dapat diabaikan. Namun, perlu dicatat bahwa dukungan yang diperoleh dari hubungan personal seringkali merupakan dukungan perseorangan yang tidak secara otomatis mewakili jabatan atau institusi tempat individu tersebut bernaung. Demikian juga, hubungan dan dukungan pribadi tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk penyelesaian konflik dalam jangka panjang. Selalu ada kemungkinan bahwa hubungan pribadi akan terkendala karena, misalnya, pergantian staf, perubahan posisi, dan bahkan pensiun. Oleh karena itu, untuk kepentingan jangka panjang, terkait upaya memastikan terlaksananya perjanjian damai, hubungan personal perlu diformalkan menjadi hubungan kelembagaan, misalnya melalui keputusan eksekutif, peraturan, atau kebijakan.

Namun demikian, membangun hubungan dan komitmen institusional memiliki banyak tantangan. Jika upaya penyelesaian konflik dimulai melalui hubungan kelembagaan, prosedur birokrasi seringkali menjadi kendala dan memakan banyak waktu. Oleh karena itu, strategi yang sering diambil adalah mencari jalur komunikasi informal melalui jejaring sosial untuk kemudian membangun hubungan personal dengan pejabat terkait. Diharapkan jika nantinya dibutuhkan, hubungan personal dan informal tersebut dapat menjadi awal dari pengembangan hubungan kelembagaan. Namun, ada kalanya ketika seorang pejabat menyadari kerumitan birokrasi yang akan dihadapi dalam memformalkan dukungannya, ia cenderung menghindari jalur birokrasi untuk memformalkan dukungannya. Di sisi lain, pihak-pihak yang berkonflik seringkali menggantungkan harapan yang terlalu tinggi pada hubungan personal antara lembaga penyelenggara penanganan konflik dengan pejabat di institusi pemerintah. Dan ketika dukungan institusional akhirnya tidak diperoleh, para pihak kecewa dengan proses penyelesaian konflik yang diambil, dan bahkan hal ini dapat merusak kepercayaan para pihak terhadap proses penyelesaian konflik.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para mediator dan lembaga resolusi konflik. Mediator perlu menjaga motivasi dan pada saat yang sama mengelola ekspektasi para pihak terkait hubungan atau dukungan institusi. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengajak para pihak untuk menyadari bahwa meskipun dukungan personal dapat memotivasi mereka, namun kualitas dari dukungan personal juga perlu menjadi pertimbangan dalam merundingkan kesepakatan di antara mereka. Para pihak perlu menyadari bahwa, meskipun mereka telah menerima dukungan pribadi dari pejabat lembaga pemerintah, mereka perlu mengupayakan dukungan institusional yang sesuai, seperti keputusan eksekutif, peraturan atau kebijakan. Dan karena hal tersebut dibutuhkan terutama pada tahap implementasi perjanjian, penting untuk menyadari bahwa upaya tersebut tidak akan berlangsung lama.