Apa latar belakang prakarsa Conflict Resolution Unit (CRU)?

16 Juni 2019

Prakarsa CRU berangkat dari pemahaman dan kesadaran bahwa konflik lahan dan kekayaan alam merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam kegiatan dunia usaha, yang didominasi oleh paradigma pembangunan berorientasi pertumbuhan ekonomi. Model pembangunan tersebut cenderung mendorong produksi dengan perluasan lahan demi memenuhi permintaan akan bahan baku yang terus meningkat disamping inovasi teknologi yang juga terus dilakukan. Akibatnya terjadi kompetisi lahan yang juga dipicu oleh kenaikan jumlah penduduk serta meningkatnya tuntutan konsumsi. Akibat yang lain dari eksploitasi intensif ini adalah degradasi lingkungan ketika tingkat kerusakan alam yang terjadi tidak dapat diimbangi oleh kemampuan pulih alam.

Kompetisi tersebut memicu persaingan di antara para pelaku pembangunan dan usaha pada berbagai skala produksi yang berpotensi menjadi konflik atau sengketa, apabila tidak dikelola dan diatur dengan baik. Konflik merugikan semua pihak, tanpa memandang kedudukan dan kepentingannya. Jika tidak dapat dikendalikan konflik dapat mengganggu bahkan menghentikan usaha serta menimbulkan kerugian berupa biaya sosial, ekologi dan ekonomi, serta hilangnya peluang untuk pengembangan usaha itu sendiri di masa yang akan datang (opportunity cost).

Untuk itu, dibutuhkan sebuah upaya untuk mengurangi risiko timbulnya konflik serta upaya penyelesaiannya sebagai bagian integral dalam memperbaiki tata kelola sistem produksi dan konsumsi sumber daya alam. CRU diprakarsai oleh beberapa tokoh KADIN sebagai bentuk kontribusi dalam upaya memperbaiki iklim bisnis dan investasi di Indonesia melalui program penanganan konflik terutama yang berbasis lahan dan sumber daya alam.