Lebih dari Sekadar Penengah: Saat Lembaga Penanganan Konflik Harus Terus Belajar dan Beradaptasi
18 Desember 2025
Di banyak ruang konflik, lembaga penyelenggara penanganan konflik dan lembaga mediasi dikenal sebagai penengah yang netral, imparsial, dan independen. Nilai-nilai ini bukan sekadar jargon, melainkan fondasi yang menjaga kepercayaan para pihak. Namun, di tengah dunia yang berubah cepat dan penuh ketidakpastian, satu pertanyaan penting muncul: apakah menjadi penengah saja masih cukup?
Hari ini, konflik sosial, agraria, lingkungan, dan sumber daya alam hadir dengan wajah yang jauh lebih kompleks. Ia tidak lagi sekadar mempertemukan dua pihak yang berselisih. Konflik kini melibatkan banyak aktor—masyarakat lokal, perusahaan, pemerintah, hingga kepentingan global—yang terhubung dalam jejaring kebijakan, pasar, dan relasi kuasa. Perubahan kebijakan yang cepat, ekspansi bisnis berbasis rantai pasok global, serta tekanan investasi dan standar keberlanjutan membentuk lanskap konflik yang berlapis dan dinamis.
Dalam situasi ini, lembaga penyelenggara penanganan konflik semakin sering bersinggungan dengan isu hak asasi manusia, tata kelola bisnis, dan keberlanjutan. Praktik seperti Human Rights Due Diligence (HRDD) bukan lagi isu pinggiran, melainkan bagian dari tuntutan global terhadap dunia usaha. Tekanan konsumen, kebijakan investor, hingga komitmen internasional terkait iklim dan lingkungan ikut menentukan bagaimana konflik muncul dan berkembang di tingkat tapak.
Perubahan tersebut bersifat sistemik. Regulasi agraria dan lingkungan terus bergeser mengikuti dinamika politik dan pembangunan. Di sisi lain, ekonomi global bergerak cepat dan sensitif terhadap fluktuasi harga, teknologi, dan standar perdagangan. Ketidakpastian yang tercipta sering kali bermuara pada konflik baru di tingkat lokal—konflik yang tidak jarang dipicu oleh kebijakan yang tumpang tindih atau komunikasi yang tidak setara.
Di tingkat masyarakat, perubahan sosial berlangsung sama cepatnya. Mobilitas meningkat, produksi dan konsumsi bergeser, serta relasi sosial mengalami tekanan. Konflik lahir dari akumulasi sejarah, ketimpangan, identitas, serta ketidakadilan struktural. Kehadiran media sosial menambah kompleksitas: Isu kecil dapat membesar dalam hitungan jam, memicu eskalasi yang sulit dikendalikan.
Menghadapi kenyataan ini, lembaga penyelenggara penanganan konflik dituntut menjadi institusi yang adaptif tanpa kehilangan jati diri. Mediasi perlu dikembangkan agar mampu membaca konteks kebijakan, memahami dinamika ekonomi-politik, serta mengantisipasi risiko sosial dan hak asasi manusia (HAM). Penanganan konflik bukan semata proses mencapai kesepakatan, tetapi upaya mengurai akar persoalan dan mendorong perubahan relasi yang lebih adil.
Lebih jauh, kerja penanganan konflik perlu dilihat sebagai proses transformatif. Tujuannya bukan hanya meredakan ketegangan jangka pendek, tetapi membangun mekanisme dialog dan komunikasi jangka panjang agar konflik tidak berulang. Ini menuntut kesabaran, pemahaman konteks lokal, serta ruang dialog yang aman dan inklusif.
Bagi CRU Indonesia, adaptasi berarti juga membangun ekosistem yang peka konflik: Memperkuat kapasitas masyarakat, mendorong kolaborasi lintas sektor, dan menyiapkan generasi baru mediator yang memahami kompleksitas zaman. Di atas semua itu, CRU Indonesia berupaya tumbuh sebagai organisasi pembelajar—terus merefleksikan praktik, menyerap pelajaran lapangan, dan memperbarui pendekatan.
Namun satu hal tidak berubah: jangkar moral tetap dijaga. Netralitas, imparsialitas, dan independensi adalah fondasi yang tidak ditinggalkan, justru diperkuat agar tetap relevan.
Layang Damai edisi ini menandai penutup tahun 2025—sebuah tahun yang penuh pembelajaran bagi CRU Indonesia.
Selamat Natal bagi para pembaca yang merayakan, serta selamat menyambut Tahun Baru 2026. Semoga tahun yang akan datang membuka ruang yang lebih luas bagi kreasi, kolaborasi, dan kerja-kerja damai.
Di tengah sukacita ini, pikiran dan doa kami juga tertuju kepada saudara-saudara kita di Sumatra yang tengah menghadapi bencana banjir dan longsor. Semoga mereka senantiasa diberi kekuatan, dan kondisi segera membaik serta pulih kembali.
Foto: oleh Nazarul Akmal
