Bercerita tentang Konflik melalui Gambar

26 Februari 2018

Sebuah gambar dapat berarti seribu kata dan melalui gambar pula komunikasi dapat lebih terbuka walaupun membicarakan hal yang sensitif seperti konflik. Hal ini terasa sekali dalam gelaran lokakarya Strategi Pengembangan Sistem Resolusi Konflik yang efektif bagi Perusahaan Berbasis Lahan di Kendari, Sulawesi Tengah pada Kamis, 22 Februari 2018.

Hanya berselang 1 hari, Conflict Resolution Unit (CRU) bersama Yayasan Penabulu dan KADIN Indonesia kembali mengadakan seri lokakarya Strategi Pengembangan Sistem Resolusi Konflik yang Efektif bagi Perusahaan berbasis Lahan di Kendari pada Kamis, 22 Februari 2018. Ini merupakan lokakarya kedua yang diadakan CRU di wilayah Sulawesi. Sebelumnya pada tanggal 20 Februari 2018, CRU berkesempatan mengadakan lokakarya yang sama namun diperuntukkan bagi pelaku usaha pada sektor berbasis lahan di Palu, Sulawesi Tengah.

Pada kesempatan ini sebanyak 20 peserta perwakilan perusahaan berbasis lahan dan SDA di Sulawesi Tenggara antusias mengikuti acara lokakarya. Salah seorang peserta dari perusahaan tambang, Ikram, mengatakan kepada penulis, Ikut acara ini seperti, tapi positif. Sehari ini dapat banyak pengetahuan tentang konflik dan cara penyelesaiannya”, ungkapnya antusias.

Sementara, La Ode Rasyid mengatakan acara ini menciptakan kesempatan berdiskusi yang langka antara pelaku usaha di bidang sumber daya alam dan berbasis lahan di Sulawesi Tenggara. “Kita ini jarang sekali berkumpul seperti ini, diskusi santai seperti di warung kopi. Acara seperti ini membuat kita saling bertukar cerita”, katanya.

Suasana diskusi pada awalnya berjalan agak kaku. Peserta yang hadir hanya asyik berkumpul dengan kenalan masing-masing dan seumur. Alur perkenalan sambil berbagi cerita tidak serta merta mencairkan suasana. Terlihat ada kecanggungan terutama dari peserta berusia muda ke peserta senior.

Fasilitator Tommy Kristiawan memandu diskusi antara peserta lokakarya di Kendari.

Namun kecanggungan tersebut perlahan mencair. Untuk menggali pengalaman dari masing-masing peserta, Fasilitator Tommy Kristiawan dan Tino Yosephine meminta setiap peserta untuk menggambarkan pengalaman menyelesaikan konflik yang pernah dialami dalam tiga gambar. Kemudian secara bergilir saling menceritakan gambar tersebut selama 1 menit. Visualisasi pengalaman melalui media gambar dimaksudkan untuk membantu peserta ketika bercerita selain juga untuk menarik perhatian pendengar.

Suasana perlahan menjadi hangat, ruang lokakarya pun menjadi lebih hidup. Peserta yang dibagi menjadi 3 kelompok besar, saling mendengarkan cerita sesama teman kelompoknya. Tidak seperti sebelumnya, kali ini peserta muda terlihat luwes bercerita. Adapun peserta senior antusias mendengarkan dan saling menanggapi. Kecanggungan itu mencair.

Salah satu ilustrasi peserta lokakarya yang menceritakan pengalamannya dalam penyelesaian konflik di tempatnya bekerja.

Metode yang sama juga digunakan untuk menggali informasi berdasarkan pengalaman para peserta tentang faktor-faktor yang mendukung dan tidak mendukung dalam penyelesaian konflik. Salah seorang peserta yang bekerja di perusahaan tambang menceritakan pengalamannya. “Faktor yang mendukung adalah komunikasi dan keterbukaan dari pemerintah, misalnya ijin-ijin apa saja yang telah dikeluarkan di sini dan yang tidak mendukung adalah adanya provokator,” katanya.

Sementara peserta lainnya berpendapat, “Faktor yang mendukung adalah sosialisasi terbuka, analisa konflik, mediasi semua pihak, pelibatan pemerintah dan tokoh masyarakat dan proses penyelesaian yang memberikan kepuasan pada semua pihak,” ungkapnya.

Lokakarya ini dibuka oleh John Pieters, ketua LEMBIS (Lembaga Mediasi Bisnis) KADIN Indonesia. Dalam sambutannya, John Pieters menyatakan bahwa inisiatif lokakarya ini dilatarbelakangi dengan semakin pentingnya pengelolaan konflik dalam bisnis berkelanjutan. “KADIN sendiri saat ini sudah mendirikan LEMBIS, Lembaga Mediasi Bisnis, kedepannya diharapkan tidak semua konflik, persengketaan harus berakhir di pengadilan, ada alternatif lain yaitu mediasi. Pemerintah sendiri juga telah mengatur ketentuan mediasi sumber daya alam dalam peraturan menteri,” jelasnya pada peserta.

Sementara itu Ginanjar, Manajer Pelibatan dari CRU menjelaskan bahwa temuan-temuan dari lokakarya ini akan dikompilasi untuk dianalisis lebih lanjut sebagai bahan masukan dalam penyusunan panduan resolusi konflik untuk korporasi berbasis lahan yang sedang disusun bersama KADIN.(RN/CRU)


Keterangan foto: Sebagian ilustrasi yang dihasilkan oleh setiap peserta lokakarya strategi pengembangan sistem resolusi konflik yang efektif bagi Perusahaan yang diadakan di Kendari pada Kamis, 22 Februari 2018. Ilustrasi ini membantu para peserta untuk bertutur tentang pengalaman penyelesaian konflik.