Memperkuat Kapasitas Asesor Pemetaan Konflik dalam Kawasan Hutan

28 September 2017

Dalam penyelesaian konflik tenurial, kesiapan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam penyelesaian konflik tenurial menjadi hal yang penting. Sebagai salah satu pihak yang berperan dalam proses penanganan konflik, seorang asesor juga disyaratkan memiliki kompetensi yang memadai untuk melakukan tugasnya dalam mengumpulkandan selanjutnya menganalisis fakta, data maupun informasi dari suatu kasus tertentu.

Dalam rangka penguatan kapasitas sumber daya manusia, Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan wilayah Maluku dan Papua bekerja sama dengan Conflict Resolution Unit (CRU) – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas sumber daya alam pemetaan konflik dalam kawasan hutan. Pelatihan diadakan pada tanggal 28 – 30 September 2017 di Ambon, Maluku.

Wilayah Maluku-Papua memiliki ragam keunikan tersendiri dalam kaitan dengan pengelolaan hutan. Kawasan hutan provinsi Maluku sebagian besar diklaim sebagai hutan adat/ulayat sedangkan wilayah Papua khususnya provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi dengan kawasan hutan terluas. Karakteristik pengelolaan dan besarnya luasan hutan di wilayah ini selayaknya memiliki sumber daya manusia yang cukup dan berpengetahuan dalam menjaga harmonisasi dan jika diperlukan menyelesaikan konflik tenurial yang terjadi.

Pelatihan ini diselenggarakan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada para pemangku kepentingan tentang prinsip dasar pemetaan konflik, pendekatan etik emik, metode pemetaan konflik, analisis pemetaan konflik dan teknik pelaporan. Tujuannya untuk membangun kapasitas para Asesor dalam segi pemetaan konflik dalam kawasan hutan. Diharapkan setiap Asesor dapat memiliki ketrampilan dalam memetakan tipologi, jenis, sumber permasalahan konflik serta faktor pemicunya. Dan bermodalkan pengetahuan tersebut, dapat dirumuskan metodologi penanganan konflik yang tepat guna yang sejalan dengan tren konflik yang sedang terjadi saat ini.

Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat, Dr. Ir. Eka W. Soegiri, MM membuka pelatihan tersebut dan dilanjutkan dengan pengarahan pelaksanaan kegiatan oleh Kepala Subdirektorat Pemetaan Konflik, Ratnasari, SH., M.Si.

Pelatihan dihadiri oleh sebanyak 36 peserta yang berasal dari jajaran dinas kehutanan Provinsi Maluku dan Maluku Utara, Balai PSKL wilayah Maluku-Papua, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sekitar Maluku dan Maluku Utara dan Balai Taman Nasional Manusela dan Aketajawe Lolobata, kalangan akademisi dari universitas Pattimura dan Universitas Khairun, perwakilan organisasi sipil seperti Yayasan ARMAN, TOPAN RI, Yayasan Arika dan LSM Kalesang Maluku, perwakilan masyarakat adat AMAN, komunitas masyarakat Alifuru hingga tokoh masyarakat seperti Raja Negeri Soya, Maluku.

Selama 3 hari, para peserta diajak untuk menelaah, berdiskusi dan membedah kasus konflik tenurial dalam kawasan hutan. Direktorat Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) merancang pengayaan materi yang sejalan dengan topik pemetaan konflik dengan tetap mengacu pada pedoman pembelajaran asesmen yang dirancang dan dibangun oleh Direktorat PKTHA seperti kelembagaan penanganan konflik, menentukan tawaran tertinggi dan tawaran terendah dalam bernegosiasi, pengorganisasian masyarakat serta metode pengumpulan data dengan pendekatan Etik dan Emik.


Keterangan foto: Peserta pelatihan paralegal dan asesmen konflik berfoto bersama setelah acara, Ambon 30 September 2017.