Pelatihan Mediasi Sertifikasi Mediator dengan Perspektif Gender 23 July 2017

23 Juli 2017

Mediasi sebagai bagian dari transformasi konflik sumber daya alam dan lahan hanya bisa menjadi solusi jangka panjang jika diterima oleh semua pihak, termasuk juga oleh kaum perempuan. Untuk memastikan keterlibatan perempuan dan berjalannya proses mediasi yang inklusif, Conflict Resolution Unit (CRU) memfasilitasi pelatihan sertifikasi mediator dengan perspektif gender.

Sebanyak 20 aktivis perempuan yang memiliki pengalaman dalam resolusi konflik sumber lahan dan sumber daya alam mengikuti pelatihan sertifikasi mediator yang diadakan di Jakarta selama 6 hari sejak tanggal 17 – 22 Juli 2017.

Mereka mewakili lembaga maupun komunitas akar rumput yang aktif terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lahan termasuk resolusi konflik di daerahnya masing-masing mulai dari pesisir barat Nusantara hingga Indonesia bagian Timur. Para peserta sebelumnya menjalani proses seleksi untuk mengetahui kedalaman pengetahuan mereka khususnya terkait resolusi konflik sumber daya alam dan lahan serta motivasi mereka untuk menjadi seorang mediator.

Suasana Pelatihan Sertifikasi Mediator di IICT.

Pada pelatihan ini, CRU bekerja bersama dengan dua (2) lembaga penyelenggara pelatihan dan pendidikan mediasi yaitu Pusat Mediasi Nasional (PMN) dan Indonesian Institute of Conflict Transformation (IICT).

Mediasi bagi sebagian besar peserta bukanlah sesuatu yang baru. Seperti yang diungkapkan Feby, peserta dari Papua. “Saya sudah ada di proses mediasi tersebut, tapi saya belum tahu tahapan dan proses mediasi yang seharusnya”.

Hal serupa diungkapkan juga oleh Lia, peserta dari Bogor. “Pelatihan ini memberikan wawasan tentang tahapan mediasi yang sesuai dengan MA, ini akan memperkuat kapasitas kita”.

Penguatan kapasitas termasuk didalamnya meningkatkan kepercayaan diri menjadi tujuan kolektif bersama. Pengalaman lapangan telah menjadi modal dasar dari masing-masing peserta sementara pembekalan materi memperkuat kapasitas bermediasi dan untuk memastikan proses mediasi berjalan sesuai dengan praktek terbaik.

“Pelatihan ini pastinya membuat saya lebih percaya diri, (sebelumnya) saya sudah tahu saya bisa karena pengalaman, tapi sekarang lebih percaya diri lagi karena sudah mendapat materi secara formalnya”, ungkap Ida, peserta dari Maluku Utara sesaat setelah mengikuti pelatihan.
Ruang keikutsertaan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lahan secara bertahap semakin besar namun jumlah saja tidak menjamin keterwakilan perempuan. Harapannya, setelah mengikuti pelatihan sertifikasi ini, para peserta menjadi lebih aktif dan memainkan peran yang lebih luas dalam proses mediasi, terutama untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam tahapan mediasi.